Global, DARITIMUR – Elon Musk, orang terkaya di dunia dan pendukung setia Donald Trump, terlibat dalam kontroversi baru pada Jumat (25/10) setelah muncul laporan yang menyatakan bahwa ia sering berkomunikasi dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Laporan dari Wall Street Journal, yang dibantah oleh Kremlin, muncul beberapa hari setelah Departemen Kehakiman Amerika Serikat mengirim surat kepada organisasi pro-Trump milik Musk yang didirikan untuk mengumpulkan dana kampanye, Political Action Committee (PAC). Surat tersebut memperingatkan bahwa sumbangan sebesar $1 juta kepada pemilih terdaftar dapat melanggar hukum federal.
Musk, 53 tahun, CEO SpaceX dan Tesla serta pemilik X yang sebelumnya bernama Twitter, telah menyumbangkan jutaan dolar, waktu, dan pengaruhnya yang besar untuk mengantarkan mantan presiden Republik, Trump, kembali ke Gedung Putih sejak ia mulai mendukungnya pada Juli.
Musk dilaporkan telah menyumbangkan $118 juta kepada PAC pro-Trump miliknya.
Ia juga muncul di panggung bersama Trump saat kampanye di Pennsylvania dan menjadi tuan rumah di negara bagian yang dianggap krusial dalam pemilihan umum November.
Musk, yang sebelumnya mendukung Barack Obama, tetapi semakin konservatif dalam beberapa tahun terakhir, setiap hari membuat cuitan yang mendukung Trump kepada 202 juta pengikutnya di X. Ia juga menghina lawannya, Wakil Presiden Demokrat Kamala Harris, dalam cuitannya.
Banyak pernyatannya yang diunggah X oleh miliarder kelahiran Afrika Selatan itu mengecam jumlah migran yang menyeberang ke Amerika Serikat dari Meksiko atau menggaungkan teori konspirasi yang tidak dapat dipercaya.
Calon wakil presiden Demokrat Tim Walz menuduh Musk menghabiskan jutaan dolar untuk membantu Trump “membeli pemilu” dan berkelakar bahwa miliarder itu—bukan J.D. Vance—adalah calon wakil presiden Trump yang sebenarnya.