Bendungan PLTA itu diperkirakan akan mempengaruhi kehidupan jutaan orang di hilir sungai di India dan Bangladesh.
BEIJING —
China telah menyetujui pembangunan bendungan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) terbesar di dunia. Hal itu menandai dimulainya proyek ambisius di tepi timur dataran tinggi Tibet yang dapat berdampak pada jutaan orang di hilir India dan Bangladesh.
Menurut perkiraan yang diberikan oleh Power Construction Corp of China pada 2020, bendungan tersebut, yang akan berlokasi di bagian hilir Sungai Yarlung Zangbo, dapat menghasilkan 300 miliar kilowatt-jam (kWh) listrik setiap tahunnya.
Kapasitas PLTA itu lebih dari tiga kali lipat kapasitas bendungan Tiga Ngarai (Three Gorges Dam) di China tengah, yang saat ini merupakan bendungan terbesar di dunia dengan kapasitas pembangkitan sebesar 88,2 miliar kWh.
Proyek tersebut akan memainkan peran utama dalam memenuhi tujuan puncak karbon dan netralitas karbon di China, menstimulasi industri terkait seperti teknik, dan menciptakan lapangan kerja di Tibet, kata kantor berita resmi Xinhua, Rabu (25/12).
Salah satu bagian dari air terjun Yarlung Zangbo memiliki ketinggian dramatis sekitar 2.000 meter dalam jarak pendek 50 kilometer, menawarkan potensi pembangkit listrik tenaga air yang sangat besar dan tantangan teknis yang unik.
Pengeluaran untuk pembangunan bendungan, termasuk biaya teknik, juga diperkirakan melebihi biaya pembangunan bendungan Tiga Ngarai, yang menelan biaya 254,2 miliar yuan, atau sekitar Rp 564,7 triliun. Angka itu termasuk pemukiman kembali 1,4 juta orang yang terpaksa mengungsi dan jumlah ini empat kali lipat dari perkiraan awal sebesar $7,8 miliar (setara Rp 126 triliun).
Pihak berwenang belum memberi perkiraan berapa banyak orang yang akan tergusur oleh proyek Tibet dan bagaimana hal itu akan berdampak pada ekosistem lokal, salah satu ekosistem terkaya dan paling beragam di dataran tinggi tersebut.
Namun menurut para pejabat China, proyek pembangkit listrik tenaga air di Tibet,