DARITIMUR.ID – Sektor pertanian Indonesia terus menunjukkan perkembangan yang signifikan. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa pada tahun 2023, ekspor produk pertanian berhasil mencapai angka luar biasa sebesar Rp552,4 triliun.
Pencapaian ini menegaskan bahwa produk pertanian Indonesia, baik yang segar maupun olahan, semakin diminati di pasar internasional. Hal ini menjadi bukti nyata bahwa potensi ekspor komoditas pertanian Indonesia mampu bersaing di pasar global.
Nilai ekspor yang besar ini mencerminkan kekuatan sektor pertanian Indonesia dalam menghadapi tantangan global. Produk-produk seperti kopi, kakao, rempah-rempah, dan minyak kelapa sawit menjadi komoditas unggulan yang mendorong surplus perdagangan di sektor pertanian.
Keberhasilan ini tidak hanya mengukuhkan posisi Indonesia sebagai salah satu negara pengekspor produk pertanian terbesar, tetapi juga menjadi motor penggerak utama pertumbuhan ekonomi nasional.
Di sisi lain, meski sektor pertanian berhasil mencetak prestasi di bidang ekspor, Indonesia masih menghadapi tantangan dalam hal impor produk pertanian. Pada Agustus 2024, impor pertanian mencapai USD7,58 miliar atau setara dengan Rp117,4 triliun.
Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian, Moch. Arief Cahyono, menjelaskan bahwa sebagian besar impor ini terdiri dari komoditas subtropis yang sulit ditanam di Indonesia, seperti biji gandum, serta produk yang produksinya belum mencukupi kebutuhan dalam negeri, seperti kedelai.
“Gandum sangat dibutuhkan sebagai bahan baku utama untuk produksi roti dan mi, sementara kedelai merupakan komponen penting dalam pembuatan tempe dan tahu,” ungkap Arief. Meski ada ketergantungan terhadap impor komoditas-komoditas tertentu, Indonesia tetap berfokus pada peningkatan produksi komoditas yang dapat dihasilkan secara lokal.
Arief menegaskan bahwa meskipun ada impor komoditas tertentu, hal tersebut tidak mempengaruhi kinerja keseluruhan sektor pertanian. Dengan nilai ekspor yang mencapai Rp552,4 triliun pada 2023, angka impor sebesar USD7,58 miliar atau Rp117,4 triliun terbilang kecil.
Perbandingan ini menunjukkan bahwa sektor pertanian Indonesia tetap mampu menghasilkan surplus yang signifikan dari ekspor berbagai produk unggulan.
Pemerintah terus berupaya untuk menjaga keseimbangan antara impor dan produksi dalam negeri, memastikan bahwa impor hanya dilakukan untuk komoditas yang benar-benar diperlukan dan tidak diproduksi dalam jumlah yang mencukupi. Dengan pendekatan ini, ketergantungan pada impor diharapkan dapat diminimalkan di masa mendatang.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman telah menekankan pentingnya hilirisasi produk pertanian, yakni proses pengolahan komoditas mentah menjadi produk dengan nilai jual lebih tinggi.
Langkah ini dianggap penting untuk meningkatkan daya saing ekspor produk pertanian Indonesia di pasar internasional. Produk-produk olahan memiliki permintaan yang tinggi dan menawarkan nilai tambah yang lebih besar dibandingkan produk mentah.
Dengan fokus pada hilirisasi, sektor pertanian Indonesia diharapkan dapat terus tumbuh dan memperkuat posisinya di kancah global. Keberhasilan ekspor produk olahan akan memberikan dampak positif yang signifikan terhadap perekonomian, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan pendapatan petani.
Melihat capaian positif dari ekspor produk pertanian, Indonesia memiliki peluang besar untuk terus memperluas pasar internasional. Dengan potensi alam yang melimpah dan dukungan kebijakan pemerintah yang tepat, sektor pertanian dapat menjadi salah satu kekuatan utama dalam menghadapi persaingan global.
“Kedepan, Menteri Pertanian ingin kita tidak hanya mengekspor bahan mentah, tetapi juga memperkuat produk olahan yang memiliki nilai tambah lebih tinggi. Langkah ini penting untuk meningkatkan daya saing produk pertanian Indonesia di pasar internasional dan mengurangi ketergantungan pada impor,” tambah Arief.
Indonesia memiliki berbagai komoditas unggulan yang masih dapat terus ditingkatkan nilainya agar berkontribusi lebih tinggi bagi perekonomian nasional.
Misalnya, minyak sawit yang menjadi nomor satu di dunia dengan potensi peningkatan hingga 70 juta ton atau Rp959,8 triliun pada 2029, dan kelapa yang menduduki posisi nomor dua di dunia dengan potensi 3,75 juta ton atau Rp60 triliun. Begitu juga untuk komoditas ekspor lainnya.
Dengan pendekatan komprehensif antara hulu dan hilir, Kementerian Pertanian optimis bahwa sektor pertanian Indonesia akan terus berkontribusi besar terhadap perekonomian nasional, baik melalui peningkatan ekspor maupun pengembangan industri pangan dalam negeri yang lebih kuat.
“Ekspor pertanian tetap menjadi andalan dan terus menunjukkan tren positif. Kami akan terus memastikan agar sektor ini berkembang secara berkelanjutan dan mampu bersaing di kancah global,” pungkasnya.
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengungkapkan bahwa secara kumulatif, nilai ekspor CPO (Crude Palm Oil) dan turunannya mencapai USD1,38 miliar atau setara dengan Rp21,4 triliun (kurs Rp15.515) pada September 2024.
Di sisi lain, Amalia menyampaikan bahwa harga CPO dan turunannya di tingkat global pada September 2024 mengalami peningkatan menjadi USD932,05 per ton, naik dari bulan sebelumnya yang sebesar USD898,90 per ton.
Ditengah neraca perdagangan Indonesia yang tercatat surplus sebesar USD3,26 miliar pada September 2024, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan bahwa konsistensi tren surplus ini membuktikan daya tahan ekonomi Indonesia di tengah stagnasi ekonomi global.
Capaian tersebut memperpanjang tren surplus neraca perdagangan Indonesia menjadi 53 bulan secara berturut-turut sejak Mei 2020. Hingga September 2024, akumulasi surplus tercatat mencapai USD21,98 miliar.
“Hal ini juga mencerminkan ekonomi kita yang berorientasi pada penciptaan nilai tambah menunjukkan hasil positif. Tentunya hal ini menjadi modal yang baik untuk masa depan,” kata Kepala BKF.
Lebih lanjut, Kepala BKF menyampaikan bahwa aktivitas ekspor Indonesia pada September 2024 masih tercatat sebesar USD22,08 miliar di tengah tekanan Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur global yang masih terkontraksi di angka 48,8 pada September 2024.
Secara sektoral, pertumbuhan terbesar pada sektor pertanian mencapai 38,76 persen (yoy), diikuti oleh sektor pertambangan dan lainnya sebesar 9,03 persen (yoy), serta sektor industri pengolahan sebesar 7,11 persen (yoy).
Tiongkok, Amerika Serikat, dan Jepang tetap menjadi negara mitra utama dengan kontribusi ketiganya sebesar 43,57 persen terhadap total ekspor nonmigas Indonesia. Secara kumulatif, total ekspor pada periode Januari hingga September 2024 tercatat mencapai USD192,85 miliar.
***