DARITIMUR.ID – Indonesia memiliki tekad yang kuat untuk mencapai status negara maju, yang dikenal sebagai Indonesia Emas pada tahun 2045.
Salah satu langkah penting dalam mewujudkan visi ini adalah melalui strategi lompatan yang berfokus pada program penghiliran.
Penghiliran adalah proses krusial yang saat ini sedang berkembang di berbagai sektor.
Misalnya, dalam sektor pertambangan, kita dapat melihat upaya mendirikan smelter untuk mengolah komoditas mentah tambang seperti nikel, tembaga, dan bauksit menjadi produk bernilai tambah.
Namun, yang perlu dicatat adalah bahwa penghiliran tidak terbatas pada sektor pertambangan. Hal ini bisa diterapkan pada berbagai jenis komoditas.
Tak hanya perusahaan besar, pelaku usaha skala kecil dan menengah (UMKM) juga memiliki peran penting dalam menggerakkan proses penghiliran ini.
Dukungan dari Pemerintah
Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara tegas menyampaikan pentingnya peran UMKM dalam mendukung hilirisasi industri.
Pada acara Rapat Kerja Nasional XVIII Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) 2023, beliau mengungkapkan apresiasinya terhadap upaya UMKM yang ikut serta dalam mendukung hilirisasi industri.
Menurut Presiden Jokowi, hilirisasi bukanlah hanya urusan industri besar. Bahkan, produk-produk mentah yang dihasilkan oleh UMKM juga harus melalui proses hilirisasi untuk meningkatkan nilai ekonominya.
Sebagai contoh, beliau mencatat UMKM anggota Hipmi Banten yang berhasil menghasilkan kopi bubuk kemasan dan gula semut lokal. Produk-produk tersebut mendapat pujian atas kualitasnya, seperti yang terlihat pada brand “Haji Rocker Coffee”.
Presiden Jokowi tidak hanya membatasi hilirisasi pada produk-produk pertanian. Beliau juga mendorong hilirisasi untuk komoditas lainnya, seperti rumput laut dan kelapa sawit.
Menurutnya, langkah ini tidak hanya akan meningkatkan nilai jual komoditas tersebut tetapi juga menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan, yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan negara.
Dampak Positif Hilirisasi
Melalui hilirisasi industri, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memperkirakan pendapatan per kapita penduduk Indonesia akan meningkat secara signifikan.
Proyeksi Bappenas menyebutkan pendapatan per kapita dapat mencapai USD10.900 pada tahun 2033 dan bahkan mencapai USD25.000 pada tahun 2045.
Visi besar Indonesia Emas 2045 bukanlah sekadar impian, tetapi juga suatu rencana taktis yang sedang dijalankan.
Hilirisasi menjadi pilar penting dalam mewujudkan tujuan ini. Semua pihak, baik industri besar maupun UMKM, diharapkan untuk turut serta dalam upaya ini demi mencapai kemajuan Indonesia yang lebih baik.
Dengan tekad yang kuat dan dukungan dari berbagai sektor, Indonesia berada di jalur yang tepat untuk mewujudkan impian menjadi negara maju pada tahun 2045, atau Indonesia Emas.
Kakao Indonesia untuk Dunia
Selain itu, Presiden Jokowi juga menyebut, komoditas produk perkebunan seperti komoditas kakao juga bisa dibuat produk nilai tambahnya, seperti cocoa pasta/liquor, cocoa cake, cocoa butter dan cocoa powder.
Adalah Dirjen Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika yang menjelaskan bahwa sebagian produk tersebut telah mampu diolah lebih lanjut di dalam negeri dengan porsi sekitar 20 persen. Selebihnya diekspor ke lebih dari 96 negara di lima benua.
“Ekspor produk intermediate tersebut telah menjadikan Indonesia sebagai pemasok rantai global komoditas kakao dengan kontribusi sekitar 9,17 persen dari kebutuhan dunia,” ujarnya di Jakarta, Kamis (24/8/2023).
Menurut Dirjen Industri Agro, peningkatan nilai ekspor kakao olahan didukung oleh sejumlah investasi perusahaan multinasional.
“Hal ini merupakan dampak dari kebijakan bea keluar terhadap ekspor biji kakao melalui Peraturan Menteri Keuangan nomor 67 tahun 2010,” terangnya.
Kementerian Perindustrian akan terus fokus untuk menjalankan kebijakan nasional hilirisasi industri pegolahan produk berbasis perkebunan, termasuk kopi dan kakao di dalam negeri guna meningkatkan nilai tambah, memperkuat struktur industri, dan menciptakan kesejahteraan masyarakat.
Khusus pengembangan hilirisasi industri pengolahan kakao diarahkan untuk menghasilkan bubuk cokelat, lemak cokelat, makanan dan minuman dari cokelat, suplemen dan pangan fungsional berbasis kakao, serta pengembangan cokelat artisan.
Kemampuan Indonesia menumbuhkan industri olahan berbasis komoditas kakao tidak lepas dari keberadaan perkebunan kakao di sejumlah daerah, terutama di Sulawesi, baik Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Barat.
Di luar wilayah Sulawesi, sentra komoditas kakao juga dibudidayakan di Sumatra Barat, Papua Selatan, dan beberapa daerah lainnya.
Total luas areal perkebunan kakao, menurut Badan Pusat Statistik (BPS), tercatat mencapai 1,33 juta hektare (ha).
Luas areal itu turun 1,23 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 1,46 juta ha.
Masih menurut data yang sama, dari sisi kepemilikan, perkebunan kakao diusahakan rakyat yang tercatat mencapai 1,43 juta ha pada 2022. Sementara itu, luas perkebunan kakao yang diusahakan negara dan swasta 6.100 ha.
Masih menurut data BPS, produksi kakao di Indonesia tercatat mencapai 667.300 ton pada 2022. Dari sisi ekspor, Indonesia melakukan ekspor biji kakao pada 2013 sebesar 188.420 ton (senilai USD446 juta), turun menjadi 24.603 ton (senilai USD64 juta) pada 2022.
Sebaliknya, volume ekspor produk olahan kakao meningkat dari 196.333 ton (senilai USD654 juta) pada tahun 2013 menjadi 327.091 ton (senilai USD1,1 miliar) tahun 2022.
“Sejak 2015, ekspor kakao olahan kita selalu di atas USD1 miliar. Bahkan, Indonesia sudah menjadi pemain global kakao olahan, dengan posisi ekspor cocoa butter kita nomor dua di dunia setelah Belanda,” ungkap Putu.
***