DARITIMUR.ID – Fenomena cuaca panas ekstrem hingga 40 derajat Celcius di siang hari dan hujan malam yang ringan kini menghiasi Indonesia.
Ini adalah tanda bahwa kita sedang memasuki transisi dari musim hujan ke musim kemarau.
Indikator alamiah ini menunjukkan akhir dari musim transisi pertama, dengan suhu yang semakin terik diikuti oleh hujan malam yang tidak sederas biasanya.
Perkiraan Musim Kemarau oleh BMKG
Menurut Badan Klimatologi, Meteorologi, dan Geofisika (BMKG), musim kemarau akan dimulai dari Mei hingga Agustus 2024.
Sebagian besar wilayah di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara sudah mengalami Hari Tanpa Hujan (HTH) selama 21-30 hari atau lebih.
Sekitar 19 persen wilayah Indonesia, termasuk sebagian Aceh, Sumatra Utara, Riau, Jawa Barat, dan Daerah Istimewa Yogyakarta, telah memasuki fase kemarau.
Pengamatan Curah Hujan dan Kekeringan
Pengamatan menunjukkan kondisi kering mulai dirasakan terutama di bagian selatan khatulistiwa.
Di pantai utara Jawa Barat, seperti Kabupaten Subang dan Indramayu, kemarau sudah terjadi sejak April tanpa hujan.
Bahkan, menurut Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BBMKG) Wilayah III Denpasar, Nusa Penida tidak mengalami hujan sejak Maret 2024.
BMKG juga memetakan daerah dengan curah hujan bulanan sangat rendah, kurang dari 50 milimeter, yang memerlukan perhatian khusus untuk mitigasi dampak kekeringan.
Dampak Kekeringan di Berbagai Wilayah
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menyatakan bahwa sebagian besar Pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Bali, Nusa Tenggara, sebagian Sulawesi, Maluku, dan Papua akan mengalami kekeringan.
Namun, beberapa wilayah lainnya masih menghadapi potensi bencana hidrometeorologi basah seperti banjir, banjir bandang, lahar dingin, dan longsor.
Analisis IOD dan Pengaruh Angin Timuran
Peneliti di Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Eddy Hermawan, mengamati perilaku Indian Ocean Dipole (IOD) di Samudra Hindia.
Menurutnya, kawasan barat Indonesia dan pantura Jawa sudah mengalami kondisi panas sejak April dan akan mencapai puncaknya pada Juli 2024.
Angin timuran dari gurun utara Australia memperparah kondisi ini, menggeser uap air ke arah timur Afrika, sehingga panas akan terus berlanjut.
Rekayasa Cuaca untuk Menghadapi Kemarau
BMKG bersama BRIN, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), dan TNI Angkatan Udara melakukan rekayasa cuaca menggunakan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) dari 30 Mei hingga 10 Juni 2024 di Jakarta, Bandung, Solo, dan Surabaya.
Operasi ini melibatkan pesawat CASA N-212 TNI-AU yang menebarkan natrium klorida (NaCl) ke awan hujan untuk meningkatkan pasokan air di 35 waduk utama di Jawa.
Strategi Menghadapi Kekeringan
BMKG merekomendasikan penerapan TMC untuk pengisian waduk dan menaikkan muka air tanah guna mencegah kebakaran hutan dan lahan (karhutla), termasuk di lahan gambut.
Tri Handoko Seto, Pelaksana Tugas Deputi Modifikasi Cuaca BMKG, menambahkan bahwa rekayasa cuaca di atas Pulau Jawa dilakukan serentak karena peluang pertumbuhan awan yang masih memungkinkan untuk disemai.
Himbauan untuk Menghemat Air
Deputi Meteorologi BMKG, Guswanto, mengajak masyarakat untuk memanfaatkan waktu transisi ini dengan optimal menampung air.
Setelah memasuki kemarau kering, curah hujan akan sangat rendah, kurang dari 50 milimeter per bulan, mulai awal Juni hingga September 2024.
Pengelolaan air yang baik sangat penting untuk menghindari dampak negatif pada produktivitas pertanian dan ketahanan pangan nasional.
Mari kita mulai berhemat air dari sekarang untuk menghadapi musim kemarau yang panjang.
***