IKLIM, DARITIMUR.ID – Ekosistem Antartika mungkin akan segera menghadapi ancaman yang belum pernah terjadi sebelumnya: invasi spesies asing yang terbawa oleh sampah terapung dari berbagai benua, termasuk Australia, Afrika, dan Amerika Selatan.
Dengan perubahan iklim yang terus berlangsung dan pencairan es laut yang semakin cepat, kemungkinan spesies non-asli menyerbu garis pantai Antartika menjadi semakin nyata.
Ancaman ini diungkapkan dalam sebuah studi baru yang diterbitkan dalam jurnal Global Change Biology, dikutip dari independent.co.uk.
Selama bertahun-tahun, ilmuwan percaya bahwa hanya pulau-pulau terpencil di Samudra Selatan yang berpotensi membawa spesies baru ke Antartika.
Namun, studi terbaru yang dilakukan oleh tim peneliti dari berbagai universitas ternama, seperti UNSW Sydney, ANU, Universitas Otago, dan Universitas South Florida, menunjukkan bahwa sampah terapung seperti rumput laut, kayu apung, dan bahkan plastik dapat membawa spesies asing ke benua es ini dari wilayah yang lebih jauh.
Penulis utama studi ini, Dr. Hannah Dawson, menjelaskan bahwa meningkatnya jumlah sampah di lautan telah memberikan lebih banyak peluang bagi spesies non-asli untuk mencapai Antartika.
“Kami sudah mengetahui bahwa rumput laut bisa terbawa arus deras ke Antartika dari pulau-pulau sub-Antartika. Namun, penelitian kami menunjukkan bahwa benda terapung lainnya dapat mencapai Antartika dari wilayah yang jauh di utara, termasuk Amerika Selatan, Selandia Baru, Australia, dan Afrika Selatan,” ungkap Dr. Dawson.
Untuk memahami bagaimana sampah terapung dapat mencapai Antartika, para peneliti menggunakan model komputer canggih yang mensimulasikan arus laut dan melacak pergerakan puing-puing terapung dari berbagai wilayah selatan selama 19 tahun.
Hasil simulasi ini mengejutkan; puing-puing terapung ini dapat mencapai garis pantai Antartika setiap tahun, bahkan beberapa di antaranya tiba hanya dalam waktu sembilan bulan.
Dengan semakin meningkatnya suhu global dan berkurangnya es laut, kekhawatiran utama adalah bahwa spesies non-asli ini akan lebih mudah bertahan hidup dan membangun diri di Antartika.
“Es laut yang sangat abrasif selama ini bertindak sebagai penghalang alami bagi banyak spesies non-asli,” jelas Dr. Dawson.
Namun, dengan menurunnya es laut di Antartika baru-baru ini, makhluk hidup yang mengapung di permukaan atau menempel pada puing-puing dapat lebih mudah menjajah benua tersebut.
Menurut para peneliti, satu kekhawatiran khusus adalah dampak rumput laut besar seperti rumput laut banteng selatan dan rumput laut raksasa.
“Rumput laut banteng selatan dan rumput laut raksasa sangat besar, seringkali lebih dari 10m panjangnya, dan menciptakan habitat seperti hutan bagi banyak hewan kecil, yang dapat mereka bawa dalam perjalanan arung jeram yang panjang ke Antartika,” kata profesor Crid Fraser dari Universitas Otago.
“Jika mereka menjajah Antartika, ekosistem laut di sana dapat berubah secara dramatis.”
Sebagian besar puing yang mengapung dan spesies invasif potensial kemungkinan besar akan mendarat di ujung Semenanjung Antartika, demikian temuan penelitian tersebut.
Wilayah ini memiliki suhu laut yang relatif hangat dan seringkali bebas dari es laut, menjadikannya tempat yang paling rentan bagi spesies non-asli untuk menetap.
“Faktor-faktor ini menjadikannya area yang mungkin bagi spesies non-asli untuk pertama kali menetap, yang mungkin berdampak besar pada ekosistem,” kata penelitian tersebut.
Dengan melemahnya pertahanan alami Antartika, kedatangan spesies asing dapat mengubah ekosistemnya dengan cara yang belum sepenuhnya dipahami para ilmuwan.
Para ilmuwan menyerukan peningkatan kewaspadaan dan penelitian untuk mencegah para penyerbu potensial ini mengubah salah satu lingkungan murni terakhir Bumi menjadi medan pertempuran untuk bertahan hidup.
Es laut Antartika telah menyusut dalam beberapa tahun terakhir, mencapai titik terendah yang hampir mencapai rekor pada tahun 2024.
Pada bulan Februari tahun ini, es tersebut hanya menutupi 768.000 mil persegi, yang berarti 30 persen lebih sedikit dari rata-rata dari tahun 1981 hingga 2010.
Ini adalah jumlah es terendah kedua yang pernah tercatat oleh satelit sejak tahun 1979 dan tahun ketiga berturut-turut es tersebut turun di bawah 2 juta mil persegi.
Para peneliti di British Antarctic Survey yang menganalisis rendahnya tingkat es laut di sekitar Antartika pada tahun 2023 mengatakan bahwa penurunan tersebut merupakan peristiwa yang terjadi sekali dalam 2.000 tahun tanpa krisis iklim tetapi empat kali lebih mungkin terjadi karena dampaknya.
***