DARITIMUR.ID – Indonesia dikenal sebagai negara yang rawan bencana. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, selama tahun 2023 saja, Indonesia mengalami 4.847 kejadian bencana, dengan sebagian besar berupa bencana hidrometeorologi.
Dari jumlah tersebut, bencana hidrometeorologi mendominasi dengan 1.135 kejadian cuaca ekstrem, 1.114 bencana banjir, 568 tanah longsor, dan 31 gelombang pasang serta abrasi. Dampaknya sangat merusak, menyebabkan ratusan orang meninggal dan merusak ribuan rumah serta fasilitas umum.
Bencana hidrometeorologi adalah bencana yang dipicu oleh aktivitas cuaca seperti siklus hidrologi, curah hujan, temperatur, angin, dan kelembapan. Contohnya termasuk kekeringan, banjir, badai, kebakaran hutan, longsor, angin puyuh, gelombang dingin, dan gelombang panas.
Perubahan iklim dan cuaca ekstrem adalah penyebab utama bencana hidrometeorologi. Indonesia sering mengalami perubahan cuaca yang mendadak dan ekstrem, yang berujung pada bencana. Pemerintah tidak tinggal diam menghadapi situasi ini.
Langkah Mitigasi Bencana oleh Pemerintah
Berbagai kebijakan dan tindakan mitigasi bencana telah dilakukan di berbagai level. Salah satu langkah antisipatif dilakukan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). BRIN telah membangun platform berbasis satelit penginderaan jauh untuk memantau kondisi bencana hidrologi di berbagai daerah.
Kepala Pusat Riset Geoinformatika BRIN, Rokhis Khomarudin, menjelaskan bahwa platform teknologi tersebut bernama Geomimo, yang merupakan akronim dari Geoinformatika Multi-Input dan Multi-Output.
“Kami telah menggunakan platform-platform ini untuk membangun sistem pemantauan bencana terkait air,” ujarnya dalam keterangan di Jakarta, Jumat (24/5/2024).
Geomimo: Inovasi Teknologi untuk Mitigasi Bencana
Geomimo adalah platform yang mengumpulkan data satelit penginderaan jauh dan geospasial (multi-input), lalu diolah dan dianalisis secara otomatis untuk menghasilkan berbagai informasi (multi-output).
Rokhis menekankan pentingnya berbagi data dan pengetahuan dalam pemanfaatan penginderaan jauh untuk penanggulangan bencana air. Akurasi dan presisi data sangat penting dalam mitigasi bencana.
Selama ini, Geomimo fokus pada riset dan pengembangan sistem untuk ketahanan pangan, lingkungan, kebencanaan, perhitungan emisi gas rumah kaca, serta isu strategis lainnya seperti penangkapan ikan ilegal, penanaman ganja ilegal, dan isu pertahanan serta keamanan.
“Geomimo menjadi alat yang vital dalam pengelolaan sumber daya air dan penanggulangan bencana di Indonesia dan global,” kata Rokhis Khomarudin.
Pengenalan Geomimo di Forum Air Sedunia
Pada 23 Mei 2024, BRIN memperkenalkan rancangan platform Geomimo dalam ajang Forum Air Sedunia ke-10 atau World Water Forum yang berlangsung di Bali. Beberapa negara telah mendorong adopsi mekanisme Sentinel Asia dan International Disaster Charter, yang digunakan untuk menganalisis data satelit penginderaan jauh sebelum dan sesudah bencana. Alat Geomimo telah menyoroti bencana banjir di Sumatra Barat yang terjadi belum lama ini.
Geomimo dirancang untuk melayani tiga jenis pengguna: instansi pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat umum. Platform ini mencakup elemen berbagi data, peningkatan kapasitas (SDM dan infrastruktur), dan kerja sama. Beberapa pihak internasional, seperti JAXA Jepang, NASA, LASAC China, dan UN ESCAP, siap bekerja sama dengan BRIN.
Di dalam negeri, mitra yang siap memanfaatkan teknologi ini antara lain Kemenko Perekonomian, Kemenko Maritim dan Investasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR/BPN), Badan Informasi Geospasial (BIG), Ikatan Geografi Indonesia (IGI), UI, ITB, UGM, ITS, dan MAPIN.
Dengan teknologi Geomimo, diharapkan mitigasi bencana hidrometeorologi di Indonesia bisa lebih efektif, mengurangi dampak yang ditimbulkan, dan menyelamatkan lebih banyak nyawa serta aset.
***