DARITIMUR.ID – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi puncak musim kemarau 2024 akan terjadi pada bulan Juli dan Agustus.
Berdasarkan analisis klimatologi periode 1991-2020, musim kemarau tahun ini diperkirakan bersifat normal.
Namun, terdapat beberapa wilayah yang diprediksi mengalami kondisi kemarau di bawah normal atau lebih kering dari biasanya, serta beberapa daerah lainnya yang akan mengalami kemarau di atas normal.
Wilayah dengan Kemarau di Bawah Normal
Wilayah yang diperkirakan mengalami kemarau di bawah normal meliputi sebagian kecil Aceh, Sumatra Utara, Riau, Kepulauan Bangka Belitung, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Timur (NTT), Maluku Utara, Papua Barat, Papua Tengah, dan Papua Selatan.
Antisipasi Kekeringan di Musim Kemarau
Meski secara umum musim kemarau tahun ini normal, BMKG merekomendasikan semua pihak untuk lebih siap dan antisipatif terhadap kemungkinan dampak kekeringan.
Kementerian, lembaga, pemerintah daerah, dan masyarakat diimbau untuk mengoptimalkan penyimpanan air di akhir musim hujan guna mengisi danau, waduk, embung, kolam retensi, serta penyimpanan air buatan lainnya melalui gerakan memanen air hujan.
Peran Kementerian PUPR dalam Mengatasi Kekeringan
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) bersama BMKG, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), serta Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI-AU) telah melaksanakan teknologi modifikasi cuaca (TMC) pada Juni 2024 untuk mengisi 43 bendungan di Pulau Jawa yang mengalami penurunan daya tampung akibat El Nino.
Implementasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC)
Pelaksanaan TMC dibagi menjadi tiga posko utama, yakni di Bandung, Solo, dan Malang. Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menyatakan bahwa teknologi ini bertujuan untuk mengisi bendungan dan mengurangi risiko kekeringan serta banjir.
Akibat El Nino, volume tampungan bendungan di Pulau Jawa berkurang sekitar 19%, mengakibatkan penurunan pasokan air untuk irigasi yang berdampak pada luas lahan pertanian.
Efektivitas TMC dalam Menanggulangi Kekeringan
TMC diharapkan mampu mengatasi defisit volume tampungan dan memastikan ketersediaan air selama Masa Tanam II, sehingga petani tetap bisa panen dan layanan irigasi untuk Masa Tanam III dapat ditingkatkan. TMC dilakukan dengan 1-3 sorti (penerbangan) per hari menggunakan 800 kg garam food grade dalam setiap penyemaian untuk memastikan tidak mencemari lingkungan.
Tahapan Pelaksanaan TMC
Pelaksanaan TMC dimulai dengan BMKG menyediakan informasi prediksi potensi awan di Pulau Jawa, Ditjen SDA mengidentifikasi bendungan yang memerlukan tambahan air, BRIN menganalisis kebutuhan bahan penyemaian dan merencanakan penerbangan, serta bersama TNI-AU melaksanakan penyemaian awan.
Setelah penyemaian, BMKG dan BRIN memantau hasil dan terjadinya hujan. Ditjen SDA kemudian memonitor curah hujan, tinggi muka air waduk, volume tampungan, inflow, dan outflow selama 24 jam serta menganalisis tambahan air dan potensi layanan dengan volume efektif terkini.
Evaluasi pelaksanaan TMC dilakukan setiap hari hingga program dinyatakan selesai jika tidak ada potensi awan atau tampungan waduk sudah mencukupi.
Dengan upaya dan antisipasi yang tepat, diharapkan musim kemarau tahun 2024 dapat dilalui dengan baik, mengurangi risiko kekeringan dan memastikan ketersediaan air bagi masyarakat serta sektor pertanian.
***